KH. Tafsir: Tidak Sepatutnya Kebudayaan Dipertentangkan dengan Alquran dan Sunnah

TVMU.TV - Kebudaya dan agama adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dan dipertentangkan. Kebudayaan atau dikenal dengan al-‘urf seringkali dipertentangkan dengan teks Alquran dan Sunnah yang dipahami secara tekstual.
Terkait hal ini, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, KH. Tafsir menilai tidak sepatutnya kebudayaan dipertentangkan dengan Alquran dan Sunnah. Menurutnya, kebudayaan merupakan unsur penting untuk mensukseskan dakwah Islam.
Pria yang mendapatkan gelar Kanjeng Raden Aryo Tumenggung dari Keraton Kasunanan Surakarta ini juga menilai, hadis-hadis Nabi tidak bisa ditafsirkan sepihak untuk memberangus kebudayaan (al-‘urf).
Sebab, lanjut dia, hadis sendiri baru dihimpun atau dibukukan 200 tahun usai kewafatan Nabi sehingga kebenaran maksud mutlaknya tidak terverifikasi.
KH. Tafsir menyebutkan konstruksi pemahaman terhadap maksud ‘sunnati’ dalam hadis adalah kewenangan para ulama ahli hadis seperti Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Ahmad, dan Imam Hanafi.
Namun keempat imam mazhab tersebut nyatanya juga memiliki perbedaan pendapat dalam membangun konstruksi hukum terhadap al-‘urf.
Dengan demikian, KH. Tafsir mengatakan, tidak layak jika ada satu kelompok merasa paling sunnah dan kemudian menghukumi amalan umat lainnya.
“Kitab mereka (Al-Muwatha’, Al-Umm, dll) semua ada sebelum ditulisnya Shahih Bukhari sehingga tidak adanya hadis yang diriwayatkan Bukhari bukan berarti (argumentasi hadis) mereka tidak sahih,” sebut KH. Tafsir Dalam Pengajian Unimma, Jumat (19/8) kemarin.
“Jadi, orang jangan mengaku sok sunnah,” ucap KH. Tafsir menyinggung kelompok yang suka merasa paling sesuai sunnah Nabi.
Dalam hal ini, ia pun menganggap kebudayaan diperlukan sepanjang tidak melanggar inti syariat atau merusak akidah tauhid.
“Contoh, Idulfitri jadi semarak karena dibalut oleh budaya. Bayangkan idulfitri tanpa budaya, maka habis salat id langsung selesai. Tapi karena dibalut budaya, sebulan belum selesai itu (rangkaian) idulfitiri. Itu yang jadi penting, jihad budaya karena kita di Indonesia yang multikultur dan saling berlomba berebut pengaruh. Termasuk antar agama, umatnya itu membuat kreativitas budaya masing-masing untuk berebut pengaruh,” pungkas KH. Tafsir.
VIDEO: Dialektika Bertajuk Masa Depan “SCBD”, Siapa Peduli?
Comments (0)